Rabu, 23 April 2014

Karya Fenomenal (Yang Memprihatinkan) Para Kartini Modern


Senin 21 April 2014. Peringatan Hari Kartini genap ke 135 tahun sejak kelahirannya. 
Dan karena moment peringatan masih terasa “hangat-hangat tahi ayam” - ( maaf bahasanya, tapi itulah kenyataannya, ketika paling lama satu minggu setelah peringatan hari Kartini biasanya sudah hilang hangatnya, yang tertinggal tahinya ) – maka artikel ini juga masih “ikut-ikutan” membahas tentang di sekitar hari Kartini.
Meski pada posting sebelumnya juga sempat dibahas topik yang sejenis, disini : Karena galau R.A Kartini justru jadi inspirasi. 

Pada sekitar 110 tahunan yang lalu, ketika Kartini menuangkan rasa galaunya ke dalam tulisan yang berbentuk surat dan mengirimkannya kepada teman-teman Belandanya, - yakin – Kartini sama sekali tidak “kepikiran” jika suatu saat ungkapan rasa galaunya itu akan dijadikan sebuah buku,
Door Duisternis tot Licth : Gedachten Over en Voor Het Javaansche Volk van Raden Ajeng Kartini “ atau “ Habis Gelap Terbitlah Terang”.yang pada akhirnya dianggap sebagai buah pikiran, buah karya yang sangat cemerlang dan fenomenal. Karena dianggap mampu menginspirasi begitu banyak wanita. 

Kartini, sangat mungkin juga tidak menyadari, jika apa yang telah dilakukannya merupakan suatu tindakan yang mendobrak tradisi – trend setter, kalau pakai istilah masa kini – membiasakan budaya menulis. 
Dimana pada jaman itu, semua hal masih dibawah kendali dan dominasi kaum laki-laki. 
Terlebih lagi, ketika pendidikan masih merupakan sebuah “barang” yang sangat mewah dan di luar jangkauan. Hanya kaum priyayi saja yang bisa mengecapnya. 

Hal ini juga nyata-nyata telah terbukti, karena hampir tidak ada sebuah “karya tulis” yang bisa ditemukan yang dibuat oleh wanita pada jaman-jaman sebelumnya. 
Dan setelahnya, selama lebih 100 tahun juga tidak terlalu banyak hasil karya wanita - yang telah terinspirasi olehnya - yang bisa dikatakan mempunyai bobot kualitas yang sejajar dengan buah hasil pemikirannya. Meski harus diakui berkat inspirasi dari R.A Kartini, kaum wanita modern sudah banyak mendapatkan kemajuan dalam hal kesempatan dan keleluasaan untuk menentukan jati dirinya. 

Namun dunia adalah dunia. Dan wanita adalah wanita.(*) 

Ketika kesempatan dan keleluasaan begitu gampang didapatkan, selalu menghasilkan “karya-karya lain”. Yang seandainya Kartini tahu dan mengalaminya, ia pasti akan “nangis mbrebes mili”. 
( Bahasa jawa untuk : menangis tak henti-henti ). (*) 

Catatan
- Konon ada 3 hal yang paling menggoda manusia di dunia : harta, wanita dan tahta 
- Dan konon pula : wanita tercipta dari tulang rusuk ( pria ). Ia akan patah jika diluruskan dan akan terus bengkok jika dibiarkan. 

Saat ini atas nama emansipasi dan kebebasan, memang ada “karya lain” kaum wanita - para Kartini modern yang boleh juga dikatakan sebagai buah karya fenomenal
Sebab juga mendobrak tradisi dan budaya serta mulai “menginspirasi” kaum wanita untuk melakukannya. 

Buah pemikiran Kartini yang melampui jamannya, dibukukan dan menjadi fenomenal, diberi nama : 
Habis Gelap Terbitlah Terang.

Buah karya para Kartini modern yang katanya mengikuti jaman dan juga fenomenal, diberi istilah : 
Berangkat Gelap Pulang Telah Terang. 

Buah karya para Kartini modern ini, bahkan boleh dikata lebih fenomenal dari buah pikiran R.A Kartini. 
Jika buah pikiran Kartini butuh waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk “menggerakkan” kaum wanita, buah karya para Kartini modern bahkan hanya butuh waktu tahunan ( atau bulanan ) saja untuk diikuti dan dilakukan kaum wanita. 

Lihatlah – atas nama emansipasi dan kebebasan – betapa mudahnya ditemui, dan makin bertambah dari hari ke hari para Kartini modern yang “ngelayap” kemana-mana atau bahkan “entah kemana” ! 

Dan eloknya - bisa jadi karena para Kartini modern sangat mengkhawatirkan penampilan dan kecantikan kulitnya, agar tidak terpapar UV-A dan UV-B – maka mereka lebih suka pergi di larut malam hari dan pulang di pagi hari ! Refreshing, gaul, bersosial, atau clubbing itu istilah modernnya. 

Atau bisa jadi, karena “ the nature of origin” karena naluri ke-alamiah-an para Kartini modern ingin dan begitu merindukan tempat alami yang hakiki, asal muasal ke-sejati diriannya. S
ebagai tulang rusuk dalam perut. 
Dalam kegelapan. 
Atas nama emansipasi dan kebebasan. 

Hanya saja, seandainya Kartini masih hidup dan mengetahui inspirasi emansipasi ditafsirkan, dimaknai dan “dibuah-karyakan” seperti ini, ia pasti sangat prihatin sekali
Bahkan “nangis mbrebes mili”. 

Sebenarnya, tidak hanya Kartini saja yang prihatin, sebab bahkan ratusan tahun sebelumnya "polah" kaum wanita telah diprediksi dan diramalkan oleh seorang raja pujangga terkenal dari Jawa yang sangat terkenal dengan Jangka Jayabayanya.Anda pasti ingin tahu, Apa Kata Ramalan Jayabaya Tentang Wanita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar